BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Evaluasi merupakan
proses yang menentukan kondisi , dimana suatu tujuan telah dicapai, definisi
diatas menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu
kegiatan yang mengukur derajat, yang dimana sesuatu dapat dicapai. Menurut
pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris “evaluation” yang
berarti penilaian atau penaksiran. Sedangkan menurut pengertian istilah
evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengikuti keadaan sesuatu
objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
untuk memperoleh kesimpulan.[1]
Ross
dan kawan-kawan mendefinisikan evaluasi dengan “A systematic, rigorous, and
meticulous of scientific methods to assess the design, implementation, improvement,
or outcomes of a program. It is a recource intensive process, frequently
requiring resources, such as, evaluate expertise, labor, time and sizeable
budget”[2]
Evaluasi pendidikan memberikan
manfaat baik bagi siswa dan pengajar. Dengan adanya evaluasi, peserta didik
dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti
pelajaran. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang memuaskan maka akan
memberikan dampak berupa suatu stimulus dan motifator agar siswa dapat lebih meningkatkan
prestasi.
Prof. Drs. Haris Mujiman mengatakan
bahwa yang dilakukan siswa dalam mengefektifkan pembelajaran yaitu siswa
memahami tinjauan khusus mata pelajaran, mempelajari bahan ajar, menemukan
bagian yang tidak dipahami, menentukan apa yang harus ditanyakan atau data
informasi yang harus dicari, mengajukan pertanyaan pada guru, dan mencari data
yang diperlukan, mengolah, atau menganalisis data untuk mendapatkan jawaban
serta melakukan evaluasi.[3]
Di dalam perkembangannya,
model-model evaluasi berkembang macamnya. banyak pemikir yang menemukan
model-model baru dalam evaluasi. Dalam tulisan ini akan mendeskripsikan secara
ringkas perkembangan studi tentang evaluasi yang telah melahirkan berbagai
model evaluasi. Dengan mengetahui ragam model evaluasi diharapkan akan menambah
khazanah informasi kepada para pelaku pendidikan, khususnya tenaga pengajar.
Oleh karena itu, untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dan
efektivitas proses pembelajaran dapat dilakukan dengan memilih salah satu model
evaluasi atau menggabungkan dua model evaluasi atau lebih.
2. Rumusan Masalah
Terdapat berbagai permasalahan yang
ingin dikupas dalam makalah ini yaitu :
- Apa saja model evaluasi?
- Apa itu Model evaluasi CIPP?
- Apa itu Model evaluasi Kirkpatrick?
- Apa itu Model evaluasi UCLA?
- Apa itu Model evaluasi Brinkerhof
- Apa itu Model evaluasi Stake?
3.
Tujuan Penulisan
- Dapat mengetahui apa saja model evaluasi
- Dapat mengetahui apa itu model evaluasi CIPP, Kirkpatrick, UCLA, Brinkerhoff, dan model evaluasi Stake.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model-Model Evaluasi
Model evaluasi adalah model
desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang
biasanya sama dinamakan dengan nama pembuatnya atau tahap pembuatannya.[4]
Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model
evaluasi yang akan dibuat. Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat
oleh para ahli atau pakarevaluasi.Biasanya model evaluasi ini dibuat
berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui
apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Berdasarkan hal tersebut, dibawah ini dijelaskan lima model evaluasi yang
biasanya sering digunakan, yaitu :
- Model Evaluasi CIPP
- Model Evaluasi Kirkpatrick
- Model Evaluasi UCLA
- Model Evaluasi Brinkerhoff
- Model Evaluasi Stake atau model Countenance
Berikut
uraian dari kelima model evaluasi di bawah ini :
1 . Evaluasi Model CIPP
Dalam wikipedia, dijelaskan bahwa
"CIPP evaluation model is a Program evaluation model which was developed
by Daniel Stufflebeam and colleagues in the 1960s. CIPP is an acronym for
Context, Input, Process and Product. CIPP is an evaluation model that requires
the evaluation of context, input , process and product in judging a programme’s
value.[5]
Model Evaluasi CIPP Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh
Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang
berorientasi pada pengambil keputusan (adecision oriented evaluation approach
structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil
keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan
alternative pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi
CIPP ini terdiri dari 4 hurup yang diuraikan sebagai berikut:
a. Contect evaluation to serve planning decision.
Seorang evaluator
harus cermat dan tajam dalam memahami
konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan,mengidentifikasi
kebutuhan,dan merumuskan tujuan program.
b. Input Evaluation structuring decision.
Segala sesuatu yang
berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan
memberikan bantuan agar dapat menata
keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif Yang akan dilakukan, menentukan
rencana yang matang, membuat
strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur
kerja dalam mencapainya.
c. Process evaluation to serve implementing decisio.
Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu
program. Ada sejumlah pertanyaan
yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi
ini Misalnya, apakah rencana
yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam proses
pelaksanaan program adakah yang
harus diperbaiki? Maka dengan demikian proses pelaksanaan
program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.
d. Product evaluation to serve recycling decision.
Evaluasi hasil
digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa
manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan
dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program
tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat
dan dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk
pengambilan keputusan (decision making) dan
bukti pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model
ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan
penyediakan (providing) bagi para
pembuat keputusan.[6]
Proses
evaluasi tidak hanya berakhir pada suatu description mengenai keadaan
sistem yang bersangkutan, tetapi harus sampai pada judgement sebagai
kesimpulan dari hasil evaluasi. Model ini menuntut agar evaluasi digunakan
sebagai input untuk decision making dalam rangka penyempurnaan system
secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah penilaina acuan norma
(PAN) da penilaian acuan patokan (PAP)
2. Evaluasi Model Kirkpatrick
Menurut Kirkpatrick evaluasi terhadap efektivitas program
training mencakup
empat
level evaluasi, yaitu: level 1– Reaction, level 2– Learning, level 3– Behavior,
level 4– Result
a. Evaluating Reaction
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti
mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program training dianggap
efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta
training sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses training
berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan
reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa
puas terhadap proses training yang diikutinya maka mereka tidak akan
termotivasi untuk mengikuti training lebih lanjut. Dengan demikian dapat
dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan training tidak terlepas dari minat,
perhatian dan motivasi peserta training dalam mengikuti jalannya kegiatan
training.
b. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick (1988: 20) Ada tiga hal yang dapat
instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan, sikap maupun
ketrampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya
telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan
ketrampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program training maka
ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap,
peningkatan pengetahuan maupun perbaikan ketrampilan pada peserta training maka
program dapat dikatakan gagal.
Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan
penilaiah hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil
belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut:
a). Pengetahuan apa yang telah dipelajari ?; b).Sikap apa yang telah berubah?;
c). Ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki?
c. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda
dengan evaluasi.
terhadap
sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada
perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga
lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada.
perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Apakah
perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti training juga akan
diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian
tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi
di tempat kerja setelah peserta mengikuti program training. Dengan kata lain
yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti training
dan kembali ke tempat kerja?
d. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil
akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program.
Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program training di antaranya
adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas,penurunan biaya, penurunan
kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan
keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun
membangun teamwork yang lebih baik.[7]
3. Evaluasi Model UCLA
Model disebut juga dengan model Alkin yang diambil dari nama
pengembangnya yaitu Marvin Alkin (1969). Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu
proses untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi
yang tepat, dan menganalisis informasi, sehingga dapat disusun laporan bagi
pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan ada
lima jenis evaluasi, yaitu :
- Sistem assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem.
- Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.
- Program implementation, yaitu untuk menyiapkan informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang direncanakan.
- Program improvement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, bekerja atau berjalan. Apakah sesuai dengan pencapaian tujuan ? Adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul. secara tiba-tiba ?
- Program certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu program.
4. Evaluasi model Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari
elemen-elemen yang sama, ada banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut,
masing-masing ahli. evaluasi atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam
hal ini.. Brinkerhoff & CS mengemukakan tiga golongan evaluasi yang
disusun. berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti
evaluator-evaluator yang lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri
sebagai berikut :
a.
Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan
direncanakan secara. sistematik sebelum implementasi dikerjakan. Desain
dikembangkan berdasarkan tujuan program disertai seperangkat pertanyaan yang
akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari sumber-sumber tertentu.
Rencana analisis dibuat sebelumnya di mana sipemakai akan menerima informasi
seperti yang telah ditentukan dalam tujuan.
Kegiatan-kegiatan
evaluasi yang dilakukan dalam desain fixed ini antara lain menyusun
pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrument, menganalisisi hasil
evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak pemakai.
Dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan atau merumuskan masalah, evaluator
harusmengacu kepada tujuan program. Disamping itu, evaluator juga harus merangsang audience untuk
memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang diangggap kurang relevan.
Untuk mengumpulkan data dalam desain ini dapat
menggunakan berbagai teknik, seperti tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan
skala penilaian.
b.
Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang
dapat membantu memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat
implementasi program sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan
yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program. Evaluasi sumatif
dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program sehingga dari hasil evaluasi
akan dapat ditentukan suatu program tertentu akan diteruskan atau dihentikan.
Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap penting
bagi sponsor program maupun fihak pembuat keputusan.
c.
Experimental and Quasi experimental Design vs
Naural/Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam
hal seperti ini subyek penelitian diacak, perlakuan diberikan dan pengukuran
dampak dilakukan. Tujuan dari penelitian untuk menilai manfaat suatu program
yang dicobakan. Apabila siswa atau program dipilih secara acak, maka
generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih luas.
Dalam
beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila
proses sudah diperbaiki, evaluator harus melihat dokumen-dokumen, seperti
mempelajari nilai tes atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan
sebagainya. strategi pengumpulan data terutama menggunakan instrument formal
seperti tes, suvey, kuesioner serta memakai metode penelitian terstandar.[8]
5. Evaluasi Model Countenance Stake
Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya
membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan dasar yang sederhana
namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam
bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi yaitu
description dan judgement.
Stake
mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan kita, melakukan
perbandingan yang relative antara satu program dengan yang lain, atau
perbandingan yang absolut (satu program dengan standard).
Penekanan
yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa evaluator yang
membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Strake mengatakan bahwa
description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam model
ini, masukan, proses, dan hasil data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan
apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan dengan standard yang absolute, untuk menilai manfaat program.[9]
B. PENUTUP
Kegiatan penilaian dalam evaluasi tidak hanya dilaksanakan
pada akhir kegiatan , tetapi sebaiknya dilakukan sejak awal, yaitu dari penyusunan
rancangnan, pelaksanaan, dan hasil.
Penilaian hasil tidak cukup hanya pada hasil jangka pendek
(output) tetapi dapat menjangkau hasil dalam jangka panjang (outcome and impact
program). Ada berbagai macam model evaluasi yang dapat dipilih untuk mengevaluasi.
Model mana yang akan digunakan tergantung pada tujuan maupun kemampuan
evaluator.
Yang paling utama, evaluasi merupakan kegiatan yang
terencana dan sistematik, serta mempunyai tujuan yang mengarah pada perubahan.
Dengan evaluasi yang baik dan menyeluruh, guru sebagai evaluator akan dapat
mengetahui apa yang diharapkan dari kegiatan belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Chabib Toha, Tekhnik Evaluasi Pendidikan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Dr.
Farida Yusuf Tayibnafis M.Pd, Evaluasi Program dan Instrumen
Evaluasi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008.
Haris Mujiman, Manajemen Pelaiihan Berbasis Belajar
Mandiri, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006.
M. Ridwan, S. Ag,MA Jurnal ilmiah sumut.kemenag.go.id Model
Evaluasi Program Pelatihan.
Ross, Ellipse, Freeman, Evaluation: A Systematic Approach US:
Thousand Oaks, 2004.
[1] Chabib Toha, Tekhnik Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, h.1
[2] Ross, Ellipse, Freeman, Evaluation:
A Systematic Approach (US: Thousand Oaks, 2004)
[3] Haris Mujiman, Manajemen
Pelaiihan Berbasis Belajar Mandiri, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006),
h.24
[7]Jurnal ilmiah Sumut.Kemenag.go.id
22-7-2014 oleh M. Ridwan, S. Ag,MA yang berjudul MODEL EVALUASI PROGRAM
PELATIHAN
0 komentar:
Posting Komentar